Pages

Sunday, 2 September 2012

The AmityVille House

Apakah cerita AmityVille House nyata ? mari kita simak dulu cerita pembunuhan di AmityVille House


Di penghujung senja itu, para investigator kepolisian berhasil
menemukan semua korban pembunuhan yang jumlahnya sampai 6 orang di rumah Ocean
Boulevard Nomor 112 di Amityville, Long Island itu. Enam orang anggota keluarga
Ronald DeFeo secara metodis dibunuh saat mereka tertidur lelap di tempat tidurnya
masing-masing. Satu-satunya yang tersisa adalah Ronald DeFeo, Jr, bebas dari
kubangan darah pembunuhan sadis di kota pinggiran tersebut.

DENDAM DAN AMARAH


Ronald DeFEo, Sr, mencapai status sosial bergengsi sebagaimana impian orang
Amerika umumnya ketika ia membeli rumah di 112 Ocean Boulevard di Amityville,
Long Island. Dia lahir dan besar di Brooklyn, bekerja di perusahaan dealer Buick
di Brooklyn kepunyaan Bapa mertuanya dan dari situ-lah dia berhasil mengumpulkan
sejumlah besar penghasilan. Uang bukan lagi menjadi pertimbangan utamanya ketika
harus meninggalkan kota kelahirannya pindah ke Long Island. Dia memilih sebuah
rumah klasik model Amerika, berlantai dua plus loteng, beberapa kamar, dan sebuah
rumah perahu di Sungai Amityville. Begitu banyak kamar untuk dirinya, istrinya
Louise, dan empat anaknya. Di depan halaman terpancang sebuah plang dengan tulisan
‘Selera Tinggi’, sebuah simbol strata sosial yang tinggi bagi keluarga DeFeos.
Tetapi jauh di balik kesuksesan dan kebahagiaan itu, Roland
adalah seorang yang bertemperamen panas, suka marah dan melakukan kekerasan.
Selalu ada pertengkaran hebat antara dia dan istrinya Louise, dan di depan anak-anaknya
dia terang-terangan menunjukkan citra seorang yang penuh kuasa.
Sebagai anak tertua, Ronald, Jr, atau Butch sebagaimana ia
biasa dipanggil, harus menanggung beban yang berat karena watak dan harapan-harapan
ayahnya yang sangat keras.
Sebagai seorang anak lelaki kecil, Butch merasa tersisih
karena sifatnya yang sering cemberut dan pemarah. Ia sering menjadi korban ejekan
teman-teman sekolahnya dan tidak disukai. Sementara ayahnya selalu mendorong
supaya ia bisa menolong dirinya sendiri, tetapi nasihat-nasihat tersebut tetap
tidak bermanfaat melawan cemohan teman-temannya, dan ironisnya, di lingkungan
rumah ia diperlakukan tidak sesuai dengan yang disarankan ayahnya itu. Ronald,
Sr, sama sekali tidak akan mentolerir bantahan atau ketidak-patuhan, dia selalu
mengekang anak tertuanya itu, dan tidak memberikan kesempatan untuk membela
diri seperti yang diajarkannya.
Ketika
Butch tumbuh menjadi seorang pemuda dewasa, tubuhnya tampak kekar dan kuat,
dan tidak lagi seperti seekor bebek yang pasrah saja atas perlakuan sewenang-wenang
ayahnya.
Nada-nada
pertengkaran yang semakin meningkat dan melengking sering terjadi antara ayah
dan anak. Meskipun Ronald, Sr. tidak mempunyai pengetahuan yang dalam tentang
hubungan antar-individu, dia cukup jeli melihat dan menyadari bahwa perangai
pemarah dan kekerasan putranya sudah sangat tidak wajar, bahkan kalau pun dibanding
perangainya sendiri. Dia dan istrinya membawanya Butch ke seorang psykiater,
tetapi tampaknya sia-sia karena ia menunjukkan semacam sikap pasif-agresif terhadap
sang psykiater, dan menolak semua pendapat bahwa dirinya harus ditolong.
Karena
tidak ada solusi lain, DeFeos menerapkan caranya sendiri untuk mengatasi anaknya
yang bandel tersebut. Mereka mulai membeli apa saja yang diinginkan oleh Butch
dan memberikan ia uang. Pada usia 14 tahun, ayahnya menghadiahi dia dengan sebuah
‘speedboat’ seharga 14.000 dolar untuk bisa menjelajahi Sungai Amityville. Kapan
saja Butch membutuhkan uang, ia tinggal bilang, dan bila dia sedang tidak ‘mood’
untuk meminta, dia toh bisa mengambil saja.
Pada usia
17 tahun, Butch terpaksa meninggalkan sekolah agama yang diikutinya. Sejak saat
itu dia mulai secara serius menggunakan obat-obatan seperti heroin dan LSD dan
juga sudah mulai mengikuti kelompok-kelompok pencuri kecil-kecilan. Perilaku
kekerasannya semakin meningkat menjadi psykotik, dan tidak terkecuali di lingkungan
rumahnya. Suatu sore ketika sedang melakukan perjalanan wisata untuk berburu
dengan teman-temannya, dia menodongkan senapannya ke arah salah seorang anggota
kelompok mereka, seorang teman yang sudah dikenalnya selama bertahun-tahun.
Tatapannya dingin dan tanpa ekspresi sementara wajah temannya itu menjadi pucat
pasi. Dia segera melarikan diri, dan Butch dengan tenangnya menurunkan senapannya.
Ketika mereka kemudian berkumpul kembali dengan temannya itu, Butch menanyakan
kenapa dia waktu itu cepat pulang.
Pada usia
18 tahun, Butch diberi tugas di dealer Buick kakeknya. Ini merupakan pekerjaan
yang paling menguntungkan, di mana tidak banyak yang diharapkan dari dirinya.
Tidak peduli apakah dia hadir atau tidak di tempat kerja, dia toh tetap akan
mendapat uang dari ayahnya setiap akhir pekan. Uang tersebut digunakannya untuk
urusan mobilnya (yang juga dibelikan ayahnya), untuk alkohol, dan untuk obat-obatan
seperti jarum suntik dan heroin.
Pertengkaran-pertengkaran
dengan ayahnya semakin sering terjadi dan tidak bisa dihindari semakin menggunakan
kekerasan. Pada suatu malam, pertengkaran hebat terjadi antara Tuan dan Nyonya
DeFeo. Bermaksud untuk menyelesaikan pertengkaran tersebut, Butch mengambil
senapan berukuran 12 dari ruangannya, mengisi sebutir peluru ke dalamnya, dan
bergegas ke lantai bawah untuk melerai pertengkaran tersebut.
Tanpa
ragu-ragu atau teriakan untuk menghentikan pertikaian itu, Butch menodongkan
senapannya ke wajah sang ayah sambil membentak, “Jangan ganggu wanita itu. Saya
akan membunuhmu, setan gendut! Rasakan ini.” Butch menarik pelatuknya, tetapi
senapan itu secara ajaib tidak meletus. Ronald, Sr. berdiri kaku di tempatnya
dan menatap terpana ketika putranya itu menurunkan senapannya dan seenaknya
berjalan ke luar ruangan tanpa perasaan menyesal sedikit pun bahwa hampir saja
dia membunuh ayahnya sendiri dengan tangan dingin. Pertikaian itu segera berakhir,
tetapi tindakan Butch itu merupakan pertanda akan adanya kekerasan selanjutnya
bukan saja atas ayahnya tetapi kepada seluruh keluarga.

Tembakan di Malam Hari
Beberapa minggu sebelum peristiwa pembantaian itu, hubungan
antara Butch DeFeo dan ayahnya sudah mencapai pada puncaknya. Butch, sangat
jelas tidak lagi puas dengan uang yang diberikan ayahnya, dan mulai melakukan
tipuan-tipuan terhadap keluarganya.
Dua minggu sebelum kejadian pembunuhan, Butch diutus oleh
seorang staf di kantor dealer Buick untuk mendepositokan uang tunai sebesar
1.800 dolar dan 20.000 dolar dalam rupa check di bank. Namun, Butch mengatur
sebuah ‘perampokan’ atas dirinya dalam perjalanan tersebut oleh seorang sahabatnya,
yang kemudian membagi hasil rampokan tersebut.
Butch dan seorang pegawai lain dari dealer tersebut pergi
ke bank pada jam 12.30. Mereka tidak kembali selama dua jam, ketika pulang ,
mereka melaporkan bahwa mereka telah dirampok dengan todongan senjata api di
lampu merah. Ronald, Sr. berada di kantor dealer saat mereka pulang, dan meledak
marah ketika mendengar cerita Butch, terutama kepada staf yang menyuruhnya.
Polisi lalu dipanggil, dan ketika mereka sampai pertama-tama mereka ingin berbicara
langsung dengan Butch. Namun, bukannya bekerja sama dengan polisi, setidaknya
sedikit mendeskripsikan rupa bandit fiksional tersebut, Butch malah naik pitam
dan menjadi uring-uringan kepada polisi.
Dia mulai menunjukkan perilaku kekerasannya ketika mereka
kelihatan mencurigai bahwa ia berbohong, dan pertanyaan mereka sudah mulai terfokus
pada dua jam kepergian mereka. Kenapa Butch tidak segera kembali ke kantor dealer
setelah terjadi perampokan sejumlah besar uang yang dibawanya? Di mana dia selama
dua jam itu berada? Dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut, Butch mulai
mencaci-maki mereka, menggebrak kap mobil yang berada di tempat parkir kantor
kakeknya untuk melampiaskan kemarahannya. Untuk sementara polisi menarik diri
dari kasus tersebut, tetapi Ronald, Sr. sudah mempunyai kesimpulannya sendiri
tentang motif dari perilaku putranya itu.
Pada hari Jumat sebelum pembunuhan, Butch telah diminta polisi
untuk mencoba mengidentifikasi beberapa pembunuh dari daftar kepolisian yang
mungkin sebagai pelaku perampokan terhadap dirinya. Pada awalnya dia setuju,
tetapi pada menit terakhir dia tiba-tiba menolak tawaran polisi tersebut. Ketika
Ronald, Sr. mendengar ini, dia memarahai putranya di kantor, mendesaknya untuk
memberi alasan kenapa ia tidak mau bekerjasama dengan polisi. “Kau sudah dirasuki
setan,” pekik sang ayah kepada putranya. Butch tidak peduli. “Bajingan gendut,
Saya akan membunuhmu.” Dia kemudian segera bergegas ke mobilnya dan pergi dengan
cepat. Pertengkaran ini tidak sampai meledak-ledak. Tetapi konfrontasi terakhir
kian mendekat.
Malam yang tenang dan lengang menyelimuti perkampungan Amytville
pada jam-jam subuh hari Rabu, 14 November 1974 itu. Anjing-anjing rumah yang
berkeliaran dan mobil-mobil tua yang masih berseliweran merupakan satu-satunya
tanda kehidupan sementara keluarga dan tetangga semuanya terlelap dalam tidurnya.
Tetapi ada kebencian dan kegeraman yang sedang bergejolak di balik kelengangan
di 112 Ocean Boulevard. Seluruh keluarga DeFeo sudah tertidur lelap, kecuali
Butch. Dia masih duduk dengan tenang di kamar tidurnya, dia tahu apa yang ingin
dikerjakannya, sesuatu yang sudah direncanakannya. Ayah dan keluarganya tidak
lama lagi menjadi ganjalannya.
Butch adalah satu-satunya anggota keluarga yang memiliki
kamar tersendiri. Karena prilaku suka akan kekerasannya dan merupakan putra
tertua memungkinkan dia memiliki ruang istimewa tersebut. Dia juga berhasil
mendapat sebuat ruangan khusus menyimpan koleksi senjatanya yang kadang-kadang
juga dijualnya. Pada malam pembunuhan itu, Butch memilih senapan Marlin kaliber-35
dari lemarinya, dan secara diam-diam namun tegar, mengendap-endap ke kamar tidur
orang tuanya.
Dengan tenang dia membuka pintu kamar tidur dan untuk sesaat
mengamati mereka yang sedang lelap tertidur, tidak menyadari horor yang akan
menimpa mereka. Lalu, tanpa keraguan sedikitpun, Butch mengangkat senapan dan
meletakkan di pundaknya, dan menarik pelatuknya, tembakan pertama dari delapan
tembakan fatal malam itu. Tembakan pertama mengenai belakang ayahnya, mengoyak
ginjal dan menembusi dadanya. Tembakan kedua kembali menerpa bagian punggung
sang ayah dan pelurunya bersarang di lehernya.
Hanya sesaat, Louise DeFeo terbangun sebelum putranya melepaskan
tembakan ke arahnya. Butch mengarahkan senjata itu ke ibunya yang sedang tertidur
tertelungkup, dan melepaskan dua kali tembakan. Peluru-peluru itu mengoyak tulang-tulang
rusuknya dan menghancurkan paru-paru kanannya. Kedua mayat tersebut tergeletak
kaku bermandikan darah segar mereka sendiri.
Sejauh ini aksinya berjalan aman tanpa satu pun penghuni
lain rumah itu terbangun. Sekali lagi dia memeriksa korbannya untuk memastikan
mereka benar-benar tewas. Sasaran berikutnya adalah dua adik lelakinya, John
dan Mark. Dia memasuki kamar tidur kedua anak tersebut dan berdiri di antara
dua tempat tidur mereka. Masing-masing mereka mendapat satu tembakan dari Butch.
Peluru-peluru tersebut telah mengoyak organ-organ tubuh mereka bagian dalam,
dan mengakhiri hidup mereka.
Mark terkapar tidak bergerak, sementara John, yang bagian
saraf tulang belakangnya hancur terkoyak peluru, masih sempat menggeliat sesaat
setelah tertembus peluru. Sekali lagi aksi tersebut tidak membangunkan penghuni
lain rumah yang masih tersisa. Butch kemudian bergegas menuju kamar adik-adik
perempuannya, Dawn dan Allison. Usia Dawn mendekati usia Butch, sementara Allison
masih sepantaran John dan Mark.
Pada saat Butch memasuki kamar, Allison terbangun dan menengok
ke arah Butch tepat pada saat dia mengarahkan senapannya ke wajah adiknya itu
dan menarikpelatuknya. Adik perempuan terkecilnya itu langsung tewas. Butch
kemudian mengarahkan senapannya ke kepala Dawn, bagian kiri wajahnya hancur
terkoyak peluru dan langsung mati.

Jam baru saja lewat jam 3.00 pagi buta. Hanya dalam waktu kurang dari 15 menit,
Ronald ‘Butch’ DeFeo, Jr. secara brutal membantai semua anggota keluarganya
dengan sadis. Anjing keluarga DeFeo, Shaggy, terikat di rumah perahu, dan menyalak
dengan liar sebagai reaksi terhadap kebrutalan yang terjadi di rumah itu. Namun,
salak anjing itu sedikit pun tidak mengganggu aksi Butch. Begitu semua rencananya
terlaksana dengan baik, kini dia mengalihkan perhatian untuk membersihkan dirinya
dan membuat alibi untuk membela diri di pengadilan kelak.
Dengan tenang Butch mandi, mencukur jenggot, dan mengenakan
jeans serta sepatu kerjanya. Dia lalu mengumpulkan semua pakaian yang berlumur
darah dan senjata yang dipakai menembak, membungkusnya dengan sebuah sarung
bantal, kemudian menuju ke mobilnya. Semua barang bukti dibawanya sebelum matahari
pagi tiba. Dia menuju Brooklyn, dan membuang sarung bantal yang berisi barang-barang
bukti itu ke kalam sebuah selokan air yang sangat deras. Kemudian dia kembali
ke Long Island, pada saatnya sampai di kantor dealer kakeknya, seperti biasa,
jam 6.00 pagi.

Membuka Kedok Seorang Pembunuh

Butch tidak lama berada di tempat kerja. Dia menelpon ke
rumah beberapa kali, dan ketika ayahnya tidak ada tanda-tanda akan muncul, dia
bertingkah seolah-olah merasa jenuh karena tidak ada yang harus dikerjakan,
dan meninggalkan kantor sekitar waktu siang. Dia menelpon pacarnya, Sherry Klein,
untuk mengabarkan bahwa dia akan cepat pulang dari kerjanya, dan karena itu
dia akan mampir dan mengunjuginya. Dalam perjalanan pulangnya ke Amitville,
Butch bertemu temannya, Bobby Kelske, dan keduanya berhenti untuk berbincang-bincang.
Butch kemudian terus ke rumah Sherry, sampai pada jam 1.30 siang.
Sherry merupakan seorang gadis muda berusia 19 tahun, berbadan
bagus dan seorang waitress populer di sebuah bar yang sering dikunjungi Butch
dan teman-temannya. Begitu sampai, Butch menyampaikan dengan ringkas bahwa dia
sudah beberapa kali menelpon ke rumah, dan, meskipun semua kendaraan masih berada
di tempatnya, tidak ada jawaban. Sekedar untuk meyakinkan, sekali lagi dia menelpon
dari apartemen Sherry ke rumahnya, dengan hasil yang sudah diduga tetap sama.
Bertingkah seperti penuh tanda tanya namun tidak peduli,
Ronald mengajak Sherry berbelanja di sore hari itu. Dari mall Massapequa, mereka
menuju ke rumah Bobby. Ronald menceritakan kepada Bobby seperti apa yang disampaikan
kepada Sherry, bahwa meskipun tampak keluarganya berada di rumah, namun tidak
ada jawaban ketika dia menelpon ke sana. “Pasti ada sesuatu yang terjadi di
sana,” katanya. “Semua kendaraan parkir di jalan masuk dan saya tetap tidak
bisa masuk ke dalam rumah. Saya dua kali menelpon tapi tidak ada jawaban.” Sambil
dengan serentak dan kasar mengganti persneling, Butch bertanya apakah Bobby
nanti ada acara ke luar. Bobby menjawab bahwa dia ingin beristirahat, dan kalau
nanti Butch mencarinya, dia bisa ditemui di sebuah bar lokal yang biasa disebut
Henry’s sekitar jam 6.00 sore.
Butch menghabiskan sisa sore itu dengan mengunjugi teman,
minum-minum, dan mengkonsumsi heroin. Akhirnya dia sampai di Henry’s setelah
jam 6, dan tidak lama kemudian diikuti oleh Bobby. Sekali lagi Butch menaruh
perhatian pada gagalnya ia menghubungi keluarganya di rumah. “Saya akan pulang
ke rumah dan memecahkan jendela supaya bisa masuk,” katanya kepada Bobby. “Yah,
lakukan sesuka hatimu,” jawab temannya dengan enteng. Ronald kemudian segera
meninggalkan bar dengan maksud mencari tahu apa yang terjadi, dan kembali ke
bar itu hanya dalam beberapa menit kemudian dalam keadaan bingung dan cemas.
“Bob, kamu harus menolong saya,” pintanya dengan hiba. “Seseorang telah menembak
ibu dan ayah saya!”
Kedua sahabat itu segera saja diikuti oleh sekelompok teman
mereka, dan semuanya masuk ke mobil Butch, dan Bobby yang menyetir. Hampir 15
jam setelah pembunuhan itu dilakukan. Begitu sampai di rumah Butch, Bobby Kelske
segera memasuki pintu depan dan terus menuju lantai atas ke kamar tidur utama.
Di sana tergeletak Ronald, Sr. dan istrinya Louise. Dia segera kembali turun
dan ke luar rumah, duduk di samping Butch yang berpura-pura berduka cita dan
bingung. Joey Yeswit menemukan telpon di ruang dapur, dan dialah yang memanggil
polisi. Dalam waktu 10 menit polisi pertama sampai di tempat itu, Kenneth Geguski.
Pada saat ia tiba, sekelompok pemuda berkumpul di pekarangan depan rumah DeFeo.
Butch berada di antara mereka, sedang terisak sedih. “Ibu dan ayah saya mati,”
katanya ketika Greguski mendekati mereka.
Polisi patroli Kota kecil Amityville itu segera memasuki
rumah dan naik ke lantai atas. Pertama-tama dia menemukan mayat Ronald dan Louise,
kemudian mayat John dan Mark DeFeo. Dia kembali ke lantai bawah untuk menelpon
polisi setempat dari ruang dapur. Ronald duduk di meja dapur, masih terus menangis.
Begitu mendengar deskripsi Greguski, dia memberi tahu petugas itu bahwa dia
masih mempunyai dua orang adik perempuan. Greguski segera meletakkan gagang
telpon dan segera kembali ke lantai atas. Pada saat itu petugas patroli yang
lain tiba di tempat itu, Edwin Tyndall. Keduanya lalu menemukan Dawn dan Allison.
Dibutuhkan kerja ahli forensik untuk menentukan di bagian mana gadis-gadis itu
ditembak, dan menggunakan senjata apa, karena terlalu banyak darah yang berceceran
sehingga bahkan sulit dari mana mulai menebak.

Tidak lama setelah jam 7.00 malam, para tetangga riuh membicarakan apa yang
sedang terjadi di rumah elit tersebut. Polisi penuh berseliweran di dalam rumah,
sementara warga lain di pekarangan depan bergerombol menonton. Detektif Distrik
Suffolk, Gaspar Randazzo, adalah polisi pertama yang menginterogasi Butch, satu-satunya
yang selamat dalam pembantaian itu. Mereka duduk bersama di meja dapur keluarga
DeFeo, ketika Randazzo menanyakan Butch siapa kira-kira menurutnya yang melakukan
semua ini. “Louis Falini,” jawab Butch setelah diam sejenak. Falini adalah seorang
tukang pukul mafia yang sangat terkenal yang diklaim Butch mempunyai dendam
dengan keluarganya sebagai akibat pertengkaran antara mereka berdua beberapa
tahun sebelumnya.
Interogasi selanjutnya dilangsungkan di rumah tetangga sebelah, di mana dibangun
sebuah pos polisi darurat. Detektif Gerard Gozaloff bergabung dalam proses penyelidikan.
Diperkirakan bahwa, jika benar ini mengarah pada sebuah aksi kelompok kejahatan
terorganisir, berarti Butch tetap menjadi sasaran pembunuhan, maka pertanyaan
selanjutnya diadakan di kantor polisi. Di sana mereka bergabung dengan detektif
ketiga, Joseph Napolitano. Dan di sini Butch memberikan pernyataan tertulisnya.
Dalam pernyataan tersebut, dia mengklaim berada di rumah
pada malam sebelumnya sampai jam 2.00 dini hari menonton film televisi ‘Castle
Keep’. Pada jam 4.00, dia melewati kamar mandi lantai atas, dan bahwa kursi
roda adiknya berada di depan pintu kamarnya. Dia juga mendengar bunyi siraman
air dari toilet. Karena dia tidak bisa tidur lagi, dia memutuskan untuk pergi
kerja lebih awal. Dia mendeskripsikan kegiatannya sepanjang hari itu, bahwa
dia meninggalkan kantor lebih awal, mengunjungi Sherry dan Bobby, minum-minum,
dan berusaha menghubungi keluarganya melalui telpon.
Ketika akhirnya dia pulang ke rumah untuk mengecek keluarganya,
dia memasuki rumah lewat jendela dapur yang dibuka paksa, dan menuju ke lantai
atas di mana dia menemukan mayat orang tuanya. Segera dia lari tergesa-gesa
ke lantai bawah dan kembali ke Bar Henry, di mana dia menemui kawan-kawannya
yang kemudian menghubungi polisi.
Setelah membuat pernyataan tertulis, para detektif terus
menanyakan kepadanya tentang keluarganya, tentang anggapannya bahwa Louis Falini
kemungkinan yang melakukan pembunuhan. Butch menjawab bahwa Falini pernah tinggal
bersama mereka selama beberapa waktu lamanya, dan selama masa itu dia telah
menolong dirinya dan ayahnya membuat sebuah ruang rahasia di lantai dasar di
mana Ronald, Sr. menyembunyikan uang dan perhiasan. Pertengkaran mereka dipicu
oleh insiden di mana Falini mengkritik kerja Butch di dealer mobil kakeknya.
Butch juga secara sukarela mengakui bahwa ia seorang pemakai
heroin, juga mengakui bahwa ia pernah dengan sengaja membakar satu perahu motor
ayahnya sehingga Ronald, Sr. bisa mengklaim asuransi. Sekitar jam 3.00 dini
hari pertanyaan-pertanyaan baru berakhir, dan Butch kemudian tidur di ruang
dokumen polisi di bagian belakang. Ronald, Jr. secara terbuka memberikan semua
keterangan yang diperlukan, dan sejauh ini polisi tidak menaruh curiga padanya.
Namun situasinya mulai berubah ketika penyelidikan terus
berlanjut dalam pemeriksaan bukti-bukti fisik, baik di tempat kejadian maupun
di laboratorium polisi. Sebuah penemuan krusial sekitar jam 2.30 dini hari tanggal
15 November, ketika Detektif John Shirvell melakukan pembersihan terakhir di
kamar-kamar tidur keluarga DeFeo. Kamar-kamar di mana terjadi pembunuhan terlihat
dalam keadaan sudah dibersihkan dengan teliti, sementara kamar Butch secara
sepintas ditata seadanya. Namun, setelah ditelusuri lagi, Detektif Shirvell
menemukan sepasang kotak karton segi empat, keduanya berlabel: senapan Marlin
berkaliber 22 dan 35. Shirvell tidak mengetahui kalau Marlin kaliber 35 lah
senjata yang dipakai untuk membunuh, tetapi tetap saja mengambil kotak-kotak
tersebut kalau-kalau berguna sebagai barang bukti. Ternyata memang sangat penting
sebagai barang bukti. Tidak lama setelah sampai di kantor polisi, Shirvell segera
mengetahui dengan pasti jenis senjata apa yang dipakai untuk membunuh tersebut.
Pada interogasi berikutnya terhadap Bobby Kelske terungkap bahwa ternyata Butch
seorang fanatik senjata, dan bahwa ia sendiri lah yang melakukan perampokan
uang milik dealer Buick beberapa waktu yang lalu.
Dalam waktu yang singkat, para detektif mulai secara sungguh-sungguh
mempertimbangkan kemungkinan Butch telah mempermainkan mereka, bahwa sesungguhnya
dia lah tersangka utama, atau paling tidak tahu jauh lebih banyak tentang pembunuhan
itu dari pada yang sejauh ini diceritakannya. Pada jam 8.45 pagi hari, Detektif
George Harrison membangunkan Butch dari tidurnya. “Apakah kalian telah menemukan
Falini?” tanyanya. Tetapi Harrison malah membacakan hak-haknya sebagai tanda
dia ditangkap. Butch protes atas perlakuan itu karena selama ini ia telah menunjukkan
sikap koperatif dengan polisi, dan karena itu tidak perlu membacakan hak-haknya.
Yang seharusnya dilakukan adalah cukup mengangkat tangan di bawah sumpah sebagai
saksi yang tidak bersalah dan menyampaikan semua yang diketahuinya.

Pada saat ini, Gozaloff dan Napolitano sudah sangat letih. Mereka digantikan
oleh Letnan Robert Dunn dan Detektif Dennis Rafferty. Sekali lagi Rafferty membacakan
hak-hak Butch, dan memusatkan pertanyaan-pertanyaan mereka seputar keberadaan
Butch selama beberapa hari sebelumnya. Kemudian Rafferty sampai ke malam pembantaian.
Dalam keterangan tertulisnya, Buth mengaku beranjak dari kamarnya jam 4.00 pagi,
dan dia mendengar adik lelakinya berada di kamar mandi saat itu. “Butch, seluruh
anggota keluarga ditemukan mengenakan pakaian tidur dan bergelimpangan di tempat
tidurnya,” kata Rafferty. Itu menunjukkan pada saya bahwa pembunuhan terjadi
sekitar jam satu siang setelah kamu pergi kerja.” Rafferty terus menekan Butch
sampai ia bisa dibawa keluar dari versi tertulisnya tentang kapan terjadinya
peristiwa itu, dan bahwa kejadian itu terjadi antara jam 2.00 dan 4.00 dini
hari.
Dengan sedikit celah ini, cerita Butch yang dirangkai secara
kasar sebelumnya mulai terbantahkan. Polisi mulai menemukan kejanggalan-kejanggalan
yang terjadi antara cerita Butch dengan bukti-bukti fisik yang ditemukan. Bukti-bukti
tersebut mengarahkan Butch keterlibatan Butch dari segi waktu terjadinya pembunuhan
itu. Pada mulanya, Butch mati-matian membuktikan, mengarahkan polisi agar mereka
percaya bahwa kalau pun pada saat pembunuhan ia berada di rumah itu namun ia
baru mendatangi tiap-tiap kamar tersebut setelah pembunuhan. Tetapi polisi tidak
mau menyerah begitu saja.

“Butch, itu sesuatu yang mustahil,” kata Rafferty. “Sulit untuk bisa dipercaya.
Butch, kami menemukan kotak peluru senapan berkaliber 35 dari kamarmu. Semua
korban ditembak dengan senjata kaliber 35. Dan kamu telah melihat semua yang
terjadi di sana. Masih banyak yang kamu sembunyikan. Senjatamulah yang digunakan.”
Lebih ngotot dari sebelumnya, Butch terus berdusta, meskipun
dusta-dustanya justru lebih jauh membuktikan keterlibatannya dalam pembunuhan
tersebut. Dia bercerita kepada para investigatornya bahwa pada jam 3.30 dini
hari, Louis Falini membangunkannya dan menodongkan senjata di kepalanya. Ada
juga orang lain di ruangan itu, kata Butch, tetapi setelah terus didesak dengan
pertanyaan-pertanyaan berikutnya, ia tidak bisa mendeskripsikan secara fisik
kepada polisi. Menurut versi barunya, Falini dan kawannya memaksa Butch memasuki
satu persatu kamar yang ada, membunuh setiap penghuninya. Polisi membiarkannya
terus bercerita, dan akhirnya menunjukkan keterlibatan dirinya dan menggambarkan
bagaimana dia mengumpulkan dan membereskan semua barang bukti. “Tunggu dulu,”
kata Rafferty. “Kenapa engkau harus menyingkirkan senjata itu kalau kamu tidak
melakukannya? Kamu tidak tahu kalau senjatamu yang digunakan.”
Butch tidak menanggapi pertnyaan-pertanyaan tersebut, sehingga
para investigator membiarkannya terus berceloteh. Mereka sudah mempunyai kesimpulan
akan keterlibatannya namun tetap berpura-pura mempercayai bahwa Falini dan temannya
melibatkan dirinya dalam aksi tersebut dan membiarkannya tetap hidup. “Mereka
pastilah melibatkan dirimu dalam pembunuhan itu,” kata Dunn kepada Butch. “Paling
tidak kamu pasti bisa menembak salah satu dari mereka - - atau mungkin beberapa
dari mereka.”
Butch kelihatan terpancing, dan jebakan itu mengena. “Namun
tidak seperti itu yang terjadi, bukan?” tanya Rafferty. “Dengarkan saya sebentar,”
jawab Butch, kepalanya bertumpu di tangannya. “Butch, mereka tidak pernah ada
di sana, bukan? Falini dan teman-temannya tidak pernah ada di sana.” “Memang
tidak,” Butch akhirnya mengaku. “Semuanya berlangsung sangat cepat. Sekali memulai,
saya tidak lagi bisa berhenti. Semuanya berlangsung sangat cepat.”
Pengadilan
style='font-size:10.0pt;font-family:Verdana'>

Kasus Butch DeFeo disidangkan pada hari Selasa 14 Oktober
1975, hampir setahun setelah kejadian. Gerard Sullivan sebagai penuntut umum,
seorang asisten jaksa distrik Suffolk, NY. Meskipun sudah ada pengakuan Butch,
fakta-fakta yang memastikan investigasi polisi yang mengarah kepada dirinya,
dan fakta bahwa senapan berkaliber 35 itu adalah milik Butch, Sullivan sangat
hati-hati dalam pendekatan penuntutannya. Selama masa tanya-jawab pra-peradilan
dan masa pemilihan dewan juri, Sullivan telah mempelajari Butch, menginterogasinya,
menyelidiki bagaimana prilakunya terhadap orang lain.
Dia tahu bahwa Butch seorang pembohong pathologis, yang dielaknya.
Dia berhasil memilih William Weber sebagai pengacaranya, di mana dari pola-pola
prilaku pembunuhan yang ditunjukkannya memungkinkan Weber menuntut bebas atas
kliennya berdasarkan pertimbangan tidak waras. Tetapi Sullivan tahu bahwa Butch
tidak gila, bahwa dia memang benar seorang yang suka kekerasan dan seorang pembunuh
berdarah dingin dan karena itu dia akan berusaha membuktikannya. Pernyataan
pembuka di hadapan dewan jurinya sangat krusial, karena itu merupakan suatu
tahapan awal dari upayanya membuka kebenaran tentang sifat kriminal Butch DeFeo.
Dia tidak secara otomatis bisa memaksa dewan juri sependapat dengannya, bahwa
Butch seorang yang benar-benar waras, seorang pembunuh yang metodis.
“Dewan juri yang terhormat,” katanya, “masing-masing kalian
pada tingkatan tertentu akan berubah pikiran dalam kasus ini. Kalian akan meninggalkan
ruangan ini setelah menetapkan sebuah keputusan mungkin sebulan dari sekarang.
Kalian akan pergi bersama kenangan tak terlupakan yaitu sebuah kisah horor yang
terjadi di sebuah rumah di 112 Ocean Avenue tentang pembantaian pada malam hari
sebelas bulan yang lalu.”

“Perhatikan dengan saksama semua bukti yang akan dihadirkan dalam persidangan
ini dan siapa yang akan menghadirkannya sehingga benar-benar bisa menentukan
sebuah keputusan yang akan diambil,” lanjutnya, mengantisipasi sebuah kemungkinan
pembuktian terdakwa dalam kondisi tidak waras. “Banyak dari bukti dan saksi
yang akan dihadirkan akan berusaha mengarahkan dewan juri lebih memaafkan terdakwa
dengan alasan sakit mental atau tidak waras.
Jika kalian membuka pikiran dengan bijak, mengevaluasi dengan
hati-hati dan menilai semua bukti dan saksi, saya yakin pada akhirnya kalian
akan kembali ke ruangan ini dengan keputusan bahwa Ronald DeFeo, Jr. bersalah
atas enam tuduhan terhadapnya dalam kasus pembunuhan pada tingkat kedua.”
Persoalan keadaan mental DeFeo pada saat terjadinya pembunuhan
tetap menentukan apakah dia akan bebas atau bersalah. Sebelum persidangan digelar,
Weber telah berusaha membebaskan kliennya dengan alasan bahwa Butch tidak diperkenankan
oleh pihak kepolisian didampingi pengacara sebelum memberikan pengakuan. Dia
juga lebih jauh mengatakan bahwa pengakuan tersebut di bawah tekanan atau paksaan
pihak kepolisian, sebuah kebiasaan yang sudah merupakan bagian dari citra kepolisian.
Namun klaim-klaim ini sama sekali tidak beralasan, dan karena itu Weber tetap
mempertahankan kliennya dengan latar belakang keadaan mental yang tidak waras
pada saat kejadian itu berlangsung.

Sullivan cukup menyadari bahwa argumen satu dimensi yang
membuktikan bahwa DeFeo waras dan bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya
tidak cukup meyakinkan dewan juri. Sullivan mendatangkan beberapa orang saksi,
termasuk petugas polisi dan detektif yang telah menangani kasus tersebut termasuk
keluarga dan teman-teman Butch. Melalui kesaksian mereka Sullivan ingin meyakinkan
dewan juri suatu potret tiga dimensi tentang seorang lelaki yang mampu membunuh
enam orang anggota keluarganya tanpa belas kasih. Tetapi tak satu pun saksi
yang bisa memberikan kejelasan lebih meyakinkan dari pada DeFeo sendiri.
Weber memanggil saksinya dan mengarah pertanyaan untuk membuktikan
bahwa kliennya tidak waras. Sambil memegang foto ibunya yang tergeletak kaku
di tempat tidurnya, Weber bertanya kepada Butch, “Ronnie, ini ibumu, bukan?”
“Bukan, Tuan,” jawab Butch. “Sudah saya katakan kepada Anda sebelumnya dan saya
akan katakan lagi seperti itu. Saya tidak pernah melihat orang sepanjang hidup
saya. Saya tidak tahu siapa orang ini.”
Kemudian Weber menunjukkan foto mayat ayahnya, dan bertanya,
“Butch, apakah kamu yang membunuh ayahmu?” “Apakah saya membunuhnya? Saya membunuh
mereka semua. Ya, Tuan. Saya membunuh mereka dalam rangka membela diri.”!!.
Mendengar pengakuan itu, Sullivan menunjukkan reaksi wajah
tegang dan geram, sementara beberapa anggota dewan juri secara spontan terkesiap
keras. Weber terus melanjutkan pertanyaan dengan tenangnya, menanyakan kenapa
dia melakukan semua itu. “Sejauh yang saya tahu, jika saya tidak membunuh keluarga
saya, maka mereka lah yang akan membunuh saya. Dan sepanjang yang saya ketahui
bahwa saya lakukan itu untuk mempertahan diri dan tidak ada yang salah dengan
itu. Ketika saya menggenggam senjata di tangan saya, seketika itu pula saya
menyadari siapa saya sebenarnya. Saya adalah Tuhan.”
Kesaksian yang diberikan oleh Butch bagi sebagian anggota
dewan juri langsung menilai bahwa ia seorang yang mengalami kelainan mental
dan karena itu kemungkinan ia bisa bebas dari hukuman. Kemungkinan ini yang
harus dicegah Sullivan dengan keras. Sullivan tidak mau mengikuti alur permainan
Butch yang jelas mengarahkan persoalan kepada ketidak warasan, dimana ia tidak
sanggup mengenali ibunya sendiri, versi ceriteranya berlawanan dengan pernyataan
sebelumnya. Sullivan sebaliknya mau memprovokasi Butch secara agresif membangkitkan
arogansinya, kebenciannya untuk menunjukkan kepada dewan juri bahwa ia bukan
sekedar korban ketidak-warasan. Dia ingin membuktikan bahwa Ronnie ‘Butch’ DeFeo
benar-benar seorang pembunuh berdarah dingin yang sadar dan bertanggungjawab
penuh atas apa yang diperbuatnya.

Sullivan menyadari percuma untuk melakukan konfrontasi dengan ceritera-ceritera
yang tidak konsisten yang dibuat Butch. Karena itu dia memfokuskan pertanyaannya
pada pembunuhan itu sendiri. Bagaimana perasaannya saat dia membunuh dan kenikmatan
apa yang diperoleh dengan membunuh seluruh keluarganya.
“Kamu merasa senang pada saat itu?” tanyanya. “Ya, Tuan.
Saya merasa sangat menyenangkan,” jawab Butch. “Apakah karena kamu tahu bahwa
mereka semuanya mati, karena kamu sudah menghadiahi mereka masing-masing dua
tembakan?” Saya tidak tahu kenapa. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan
jujur.” “Apakah kamu ingat saat kamu gembira?” “Saya tidak ingat saat saya gembira.
Saya hanya ingat merasa sangat menyenangkan, Menyenangkan.”
Upaya Sullivan untuk memprovokasi Butch berhasil mengarahkannya
sampai pada suatu titik yang diinginkan, di mana dia mengancam nyawa penuntut.
“Kamu kira saya main-main,” dia menyalak penuh kebencian dari tempatnya duduk.
“Jika saya mempunyai kesempatan, saya akan membunuhmu sekarang juga.”
Pokok persoalan yang sangat krusial dalam kasus ini jelas
tergantung pada kondisi mental DeFeo. Semua itu tergantung pada dua saksi ahli.
Dr. Daniel Schwartz yang reputasinya sudah sangat terkenal diminta pihak pembela
sebagai saksi ahli. Dan Dr. Harold Zoland sebagai saksi ahli pihak penuntut.
Berkat keahlian, reputasi dan pengalaman baik Weber maupun Dr. Schwartz, hampir
bisa dipastikan dewan juri bisa terpengaruh dan berkesimpulan bahwa Butch mengalami
sakit mental atau tidak waras.
Namun kerja keras, keuletan dan upaya tiada henti Sullivan,
meskipun dirasakan tidak cukup kuat mempengaruhi dewan juri, sedikit demi sedikit
ada harapan untuk memojokkan kubu terdakwa.
Dr. Harold Zoland dalam kesaksiannya memberikan suatu penilaian
terhadap terdakwa di mana prilaku DeFeo merupakan suatu kepribadian yang bersifat
anti-sosial, suatu bentuk kelainan atau penyimpangan yang berbeda dari cacat
atau sakit mental apapun. Secara esensi, mereka yang mengalami penyimpangan
seperti ini sepenuhnya menyadari apa yang mereka lakukan, bisa membedakan antara
yang benar dan salah, tetapi semuanya didorong oleh suatu sikap mementingkan
diri sendiri (ego-sentris) yang berlebihan.

Setelah melalui persidangan yang panjang dan dewan juri telah mencapai sebuah
keputusan, maka pada hari Jumat, 21 November 1975, Ronald DeFeo, Jr. dinyatakan
bersalah atas pembunuhan enam anggota keluarganya sendiri. Dua minggu kemudian


hukuman atas dirinya ditetapkan 25 tahun penjara untuk semua tuduhan.

Berita ini pun masuk kedalam koran-koran , walau Ronald DeFeo, Jr telah di masukan ke penjara, ia tetap berusaha untuk membela dirinya . Ronald mengatakan bahwa dirinya mendengar suara bisikan tanpa wujud yang membuatnya seperti ter-Hipnotis.

Ronald DeFeo, Jr saat di penjara , ke-hebohan yaitu terdapat kertas di luar besi yaitu terdapat surat yang memberitahukan bahwa Ronald DeFeo, Jr selaku Pelaku Pembunuhan menyatakan bahwa dirinya mengakui semua perbuatannya.




Lebih mengejutkan saat Ronald mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menulis Surat seperti itu .


dibelakang surat , juga terdapat berberapa lembar foto yakni Foto Keluarganya di saat sudah tidak bernyawa dengan keadaan terlungkup di kamar tidur .

AmityVille House  kosong tanpa penghuni selama 13 bulan setelah DeFeo membunuh anggota keluarganya, hingga pada Desember 1975 keluarga Lutz membeli rumah tersebut seharga $80.000. Rumah yang memiliki enam kamar tidur ini dibangun dengan gaya kolonial Belanda, dan memiliki atap yang melengkung. Rumah ini dilengkapi dengan kolam renang dan sebuah rumah tempat penyimpanan kapal. George dan Kathy telah menikah pada bulan Juli 1975 dan mempunyai rumah mereka sendiri, namun ingin memulai kembali dengan memiliki rumah baru. Kathy mempunyai tiga anak dari pernikahan sebelumnya, Daniel (9), Christopher (7), dan Melissa alias Missy (5). Mereka juga memiliki seekor anjing Labrador yang diberi nama Harry. Selama pengecekkan mereka saat akan membeli rumah tersebut, oleh agen mereka telah diberitahukan mengenai pembunuhan yang dilakukan oleh DeFeo, namun mereka menganggap hal itu bukanlah masalah.



Keluarga Lutz pindah kerumah tersebut pada 18 Desember 1975. Sebagian besar mebel dari keluarga DeFeo masih ada, karena semuanya termasuk dalam kesepakatan jual beli. Seorang teman George Lutz telah mempelajari tentang masa lalu sejarah rumah tersebut, dan mendesak agar mereka melakukan pemberkatan. Namun mereka tidak mengerti cara-caranya. George mengenal seorang Pendeta Katolik yang bernama Bapa Ray, dan ia bersedia untuk melakukan pemberkatan. (Dalam buku Anson disebutkan nama Pendeta tersebut adalah Bapa Mancuso. Hal ini dilakukan untuk menjaga privasi Pendeta tersebut, nama aslinya adalah Bapa Ralph J. Pecoraro).

Bapa Mancuso adalah seorang pengacara, imam Katolik, dan seorang psikoterapi yang tinggal di Sacred Heart Rectory. Ia tiba untuk melaksanakan berkat pada sore hari tanggal 18 Desember 1975 disaat George dan Kathy sedang membongkar barang-barang mereka. Ketika ia mengibaskan air suci yang pertama dan mulai untuk berdoa, ia mendengar suara dengan jelas yang mengatakan”Keluar!” – “Get out!”. Disaat meninggalkan rumah tersebut, ia tidak menceritakan kejadian itu kepada George maupun Kathy. Pada 24 Desember 1975, Bapa Mancuso menelepon George Lutz dan menasihatkan agar dia tidak menggunakan ruang dimana ia telah mendengar suara yang aneh tersebut. Ruang ini adalah ruangan yang direncanakan Kathy digunakan sebagai ruang jahit, dan tadinya adalah kamar tidur Marc dan Yohanes Matthew DeFeo. Percakapan telepon terputus secara tiba-tiba, dan kunjungan berikutnya ke rumah tersebut mengakibatkan Bapa Mancuso menderita demam tinggi dan pada lengannya dijumpai tanda yang mirip dengan tanda stigmata.

Pada mulanya, George dan Kathy Lutz tidak merasakan hal yang aneh dengan rumah mereka. Namun kemudian, mereka merasa bahwa “masing-masing dari mereka tinggal di suatu rumah yang berbeda”.

Sebagian dari pengalaman keluarga Lutz diuraikan sebagai berikut:


  • George selalu terbangun sekitar pukul 03:15 setiap paginya, dan kemudian keluar ke rumah tempat penyimpanan kapal. Waktu tersebut diperkirakan adalah waktu dimana DeFeo membunuh anggota keluarganya.

  • Rumah mereka selalu diganggu oleh segerombolan lalat di setiap musim dingin.

  • Kathy mendapat mimpi buruk tentang pembunuhan dan saat dimana ia melakukan persetujuan pembelian rumah tersebut. Anak-anak mereka juga mulai tertidur dengan terlungkup, posisi yang sama saat mayat DeFeo ditemukan.

  • Kathy merasakan seolah-olah “sedang dipeluk” dengan penuh kasih oleh suatu kekuatan yang tidak terlihat.

  • Kathy menemukan sebuah ruang kecil yang tersembunyi (sekitar empat kaki) di belakang basement. Dindingnya bercat merah dan ruangan itu tidak tampak didalam denah rumah. Ruangan itu kemudian dikenal dengan nama “The Red Room”. Ruangan ini memiliki pengaruh terhadap anjing mereka Harry, yang selalu menolak untuk mendekat dan selalu berjongkok seolah-olah merasakan sesuatu yang negatif.

  • Ada udara dingin, bau parfum dan kotoran didalam rumah, dimana tidak terdapat saluran udara atau jalur bagi sumber tersebut.

  • Putri mereka yang berumur lima tahun, Missy, mengisahkan teman imajinasinya yang bernama “Jodie” yang memiliki mata yang sangat merah.

  • George selalu dibangunkan oleh bunyi bantingan pintu depan. Ia akan segera ke lantai bawah dan menemukan anjing mereka tertidur dengan suara keras didepan pintu. Tidak ada orang lain yang mendengar suara itu kecuali dia.

  • George mendengar apa yang diuraikan sebagai “Marching band Jerman” atau suara seperti radio yang tidak di setel dengan frekuensi yang tepat. Namun ketika ia ke menuju lantai bawah, suara gaduh akan berhenti.

  • George disadari bahwa ia memiliki kemiripan kuat dengan Ronald DeFeo, Jr., dan mulai bermabukan di The Witches’ Brew, bar dimana DeFeo adalah salah seorang pelanggannya.

  • Ketika mengecek tempat penyimpanan kapal pada suatu malam, George melihat sepasang mata merah yang sedang memperhatikan dia dari jendela kamar tidur Missy. Ketika ia pergi keatas untuk melihatnya, ia tidak menemukan apa-apa. Kemudian disimpulkan bahwa itu adalah “Jodie”.

  • Ketika ditempat tidur, Kathy mendapatkan bekas merah didadanya disebabkan oleh suatu kekuatan tak terlihat, dan ia diangkat sekitar dua kaki dari tempat tidurnya.

  • Kunci, jendela, dan pintu rumah dirusakkan oleh suatu kekuatan yang tak terlihat.

  • Terdapat belahan kuku binatang yang besar di salju yang kemudian dihubungkan dengan seekor babi besar pada 1 Januari 1976.

  • Dari dinding aula dan lubang kunci dari pintu kamar bermain yang ada di loteng keluar lumpur yang berwarna hijau.

  • Sebuah salib 12 inchi yang digantung Kathy di kamar kecil ditemukan terpasang terbalik dan menyemburkan bau.

  • George tersandung oleh sebuah keramik singa Tiongkok yang memiliki tinggi sekitar empat kaki, yang kemudian meninggalkan bekas gigitan pada salah satu mata kakinya.

  • George melihat Kathy berubah menjadi seorang wanita tua yang berumur sekitar 90-an, “dengan rambut acak-acakan, muka dengan kerutan dan berbentuk buruk, dan air liur yang menetes dari mulutnya yang ompong”.


Setelah memutuskan bahwa ada yang tidak beres dengan rumah mereka, yang tidak dapat dijelaskan secara rasional, George dan Kathy Lutz melaksanakan suatu pemberkatan dengan cara mereka sendiri pada 8 Januari 1976. George memegang sebuah salib yang terbuat dari perak selagi kedua-duanya membacakan Doa Para Raja, dan dari ruang tamu mereka, menurut dugaan banyak oang terdengar suara paduan suara yang meminta agar mereka berhenti: “Will you stop!”.

Di pertengahan Januari 1976, dan setelah usaha pemberkatan yang dilakukan oleh George dan Kathy, mereka mengalami kejadian yang kemudian menjadi malam terakhir mereka berada di rumah itu. Keluarga Lutz menilai bahwa segala kejadian yang terjadi sebagai sesuatu yang sangat menakutkan, “too frightening”.

Setelah berkonsultasi dengan Bapa Mancuso, mereka memutuskan untuk mengambil beberapa barang kepunyaan mereka dan memutuskan untuk tinggal di rumah ibu Kathy di dekat Deer Park, New York. Pada 14 Januari 1976, George dan Kathy Lutz bersama ketiga anaknya dan anjing mereka Harry, meninggalkan rumah dan meninggalkan banyak barang dibelakang rumah tersebut. Hari berikutnya, seorang tukang ditugaskan untuk memindahkan barang-barang untuk dikirim ke keluarga Lutz. Ia melaporkan ada fenomena yang tidak normal didalam rumah itu.

Apakah anda benar benar berpikir bahwa AmityVille berhantu ?
menurut saya ya , tetapi saya tidak dapat menjelaskan pendapat saya mengatakan " Ya "dengan kata - kata.
















Newer Post Home

0 comments:

Post a Comment

W A R N I N G !
Diharapkan komentar anda tidak mengandung unsur :
- Pornografi atau penghinaan
- Spam Comments
- Anda boleh membagi Link yang aktif , tetapi berikanlah link ke Chat Box
Diharapkan untuk menggunakan Google Account dalam berkomentar :)